KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat AllahSWT atas limpahan rahmat dan karunia-nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaika tugas makalah ini. Shalawat serta salam tercurahkan kepada junjungan kita sang revolusioner sejati Nabi Muhammad SAW, serta para sahabat dan pengikut beliau yang memperjuangkan Dinul Islam di persada muka bumi ini, semoga kita dapat melanjutkan cita-cita luhur beliau.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada para dosen yang telah memberikan bimbingan kepada kami, dan kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini kami ucapkan banyak terimah kasih. Semoga kebaikanya bernilai ibadah.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekuranga, kelemahan dan keterbatasan olehnya itu kami sangat sumbangan pikiran, saran, dan kritikan yang konstruktif demi kesempurnaan penyusun makalah selanjutnya.
Mudah-mudahan dengan makalah yang singkat ini dapat memenuhi harapan kita semua dan ada manfaatnya bagi para pembaca sehingga dapat menambah ilmu pengetahuan. ……………………………………………………….
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
BAB II. PEMBAHASAN
1. Pengertian Ideologi dan ruang lingkupnya
2. Beberapa unsur yang ada dalam ideology
3. Fungsi Ideologi
4. Pancasila sebagai Ideologi Negara
5. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
Ideologi Besar lainnya di Dunia Kapitalisme Sosialisme Liberalisme Neoliberalisme Fundamentalisme BAB III PENUTUP
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa yang bersangkutan. Perjuangan pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia telah mengantarkan pembentukan suatu pemerintahan Negara Indonesia untuk melindungin segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, menurut penyelenggaraan pendidikan yang dapat menjamin dan perkembangan, dan kelangsungan hidup bangsa Indonesia.
Pendidikan, pengertian suatu sistem pengajaran nasional, diperluas menjadi satu pendidikan nasional. Perluasan ini tidak membatasi undang-undang dasar pada pengajaran saja, melainkan juga unsur-unsur pendidikan yang berhubungan dengan pertumbuhan kepribadian manusia Indonesia , suatu bangsa yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memelihara budi pekerti seperti kemanusiaan, dan memegang teguh cita-cita moral yang luhur.
Pancasila yang artinya lima aturan kesusilaan (fivemoral principles) merupakan ajaran budha yang harus di taati dan dikerjakan oleh seluruh penganut (awam) agama budha, sebagaimana yang terdapat dalam Kitab Tri Pitaka(Tiga Kerajaan Besar, yaitu Sutta Pitaka, Abhinama Pitaka, dan Vinaya Pitaka). Dalam kitab Vinaya pitaka yang berbahasa bali dicantumkan dalam lima pantangan atau lima larangan yang benar-benar harus dihindari oleh setiap pemeluk agama budha.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
1. Pengertian Ideologi dan ruang lingkupnya
Istilah “Ideologi” yang dibentuk oleh kata “ideo” yang artinya pemikiran, khayalan, keyakinan, dan “logi” yang berarti logika, ilmu atau pegetahuan dapat didefenisikan sebagai ilmu tentang keyakinan-keyakinan dan gagasan-gagasan. Ideologi adalah suatu doktrin, tata pendapat, atau tata pikiran dari seseorang atau kelompok manusia, ideology adalah suatu cita-cita yang teratur dan sistematis.
Ali Syariati mendefenisikan ideologi sebagai “keyakinan-keyakinan dan gagasan-gagasan yang ditaati oleh suatu kelompok, suatu klas sosial, suatu bangsa atau satu ras tertentu”.(Ali syariati, 1984: 72).Ø
Destutt de Tracy (1796) mengartikan ideology sebagai “Science of ideas”, dimana didalamnya ideologi dijabarkan sebagai jumlah program yang diharapkan membawa perubahan institusional dalam suatu masyarakat.Ø
Kirdi Dipoyudo dalam uraianya tentang Negara dan ideologi membatasi pengertian ideologi sebagai suatu kesatuan gagasan-gagasan dasar yang sistematis dan menyeluruh tentang manusia dan kehidupanya baik individual maupun sosial, termasuk kehidupan Negara. (Analisa, 1978-3: 174).Ø
Sastra pratedja membatasinya sebagai suatu kompleks gagasan atau pemikiran yang beerorientasi pada tindakan yang diorganisir menjadi suatu sistem yang teratur.Ø
C.C. Rodee menegaskan bahwa ideologi adalah kumpulan gagasan yang secara logis berkaitan dan mengidentifikasikan nilai-nilai yang memberi keabsahan bagi institusi politik dan pelakunya. Ideologi dapat di gunakan untuk membenarkan status quo atau membenarkan usaha untuk mengubahnya (dengan atau tanpa dengan kekerasan).Ø
2. Beberapa unsur yang ada dalam ideologi
Koento Wibisono menemukan tiga unsure esenial yang termuat didalamnya, yaitu:
1) Keyakinan, dalam arti bahwa setiap ideologi selalu menunjuk adanya gagasan vital yang sudah diyakini kebenaranya untuk dijadikan dasar dan arah stategi bagi tercapainya tujuan yang telah ditentukan.
2) Mitos, dalam bahwa setiap konsep ideology selalu memitoskan suatu ajaran yang secara optimik dan deterministik pasti akan menjamin
tercapainya tujuan
melalui cara-cara yang telah ditentukan pula.
3) Loyalitas, dalam arti bahwa setiap ideologi selalu menuntut keterlibatan optimal atas dasar loyalitas dari para subyek penduduknya (Koenta Wibisono:3).
3. Fungsi Ideologi
Soerjanto Poespowardojo menemukan ada enam fungsi ideoligi, yaitu:
1) Memberikan struktur kognitif, ialah keseluruhan pengetahuan yang dapat merupakan landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia dan kejadian-kejadian dalam alam sekitarnya.
2) Memberikan orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta menunjukan tujuan dalam kehidupan manusia.
3) Memberikan norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang untuk melangka dan bertindak.
4) Memberikan bekal dan jalan bagi seseorang untuk menentukan identitasnya.
5) Memberikan kekuasaan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan.
6) Memberikan pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami, menghayati serta mempolakan tingka lakunya sesuai dengan orientasi dan norma-norma yang terkandung didalamnya.
4. Pancasila sebagai Ideologi Negara
Dengan memahami pengertian ideology pada umumnya, yang didalamnya ada tiga faktor yang cukup menonjol, yaitu adanya keyakinan dan tujuan hidup yang dicita-citakan,serta cara-cara yang mesti ditempuh guna tercapainya tujuan hidup, maka secara pasti dapat dinyatakan bahwa pancasila eksplisit telah memenuhi tiga faktor tersebut. Dalam filsafat pancasila unsure keyakinan hidup tergambar dalam sila pertama, kedua dan ketiga. Pada ketiga sila tersebut tergambar secara jelas bahwa bangsa Indonesia dalam menatap masalah hidup telah menemukan tiga keyakinan yang paling fungdamental. Ketiga keyakinan itu adalah bangsa Indonesia meyakini dirinya sebagai makhuk tuhan (Homo divinan), sebagai makhluk sosial (Homo secius) dan meyakini dirinya sebagai makhluk individu (Homo individualicum). Berpijak pada ketiga prinsip keyakinan tersebut bangsa Indonesia merumuskan tujuan hidupnya sebagaimana tergambar dalam sila kelima. Bangsa Indonesia dalam upaya membangun kehidupan berbangsa dan bernegara mencita-citakan terwujudnya tata kehidupan masyarakat yang berkeadilan sosial bagi
3) Loyalitas, dalam arti bahwa setiap ideologi selalu menuntut keterlibatan optimal atas dasar loyalitas dari para subyek penduduknya (Koenta Wibisono:3).
3. Fungsi Ideologi
Soerjanto Poespowardojo menemukan ada enam fungsi ideoligi, yaitu:
1) Memberikan struktur kognitif, ialah keseluruhan pengetahuan yang dapat merupakan landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia dan kejadian-kejadian dalam alam sekitarnya.
2) Memberikan orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta menunjukan tujuan dalam kehidupan manusia.
3) Memberikan norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang untuk melangka dan bertindak.
4) Memberikan bekal dan jalan bagi seseorang untuk menentukan identitasnya.
5) Memberikan kekuasaan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan.
6) Memberikan pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami, menghayati serta mempolakan tingka lakunya sesuai dengan orientasi dan norma-norma yang terkandung didalamnya.
4. Pancasila sebagai Ideologi Negara
Dengan memahami pengertian ideology pada umumnya, yang didalamnya ada tiga faktor yang cukup menonjol, yaitu adanya keyakinan dan tujuan hidup yang dicita-citakan,serta cara-cara yang mesti ditempuh guna tercapainya tujuan hidup, maka secara pasti dapat dinyatakan bahwa pancasila eksplisit telah memenuhi tiga faktor tersebut. Dalam filsafat pancasila unsure keyakinan hidup tergambar dalam sila pertama, kedua dan ketiga. Pada ketiga sila tersebut tergambar secara jelas bahwa bangsa Indonesia dalam menatap masalah hidup telah menemukan tiga keyakinan yang paling fungdamental. Ketiga keyakinan itu adalah bangsa Indonesia meyakini dirinya sebagai makhuk tuhan (Homo divinan), sebagai makhluk sosial (Homo secius) dan meyakini dirinya sebagai makhluk individu (Homo individualicum). Berpijak pada ketiga prinsip keyakinan tersebut bangsa Indonesia merumuskan tujuan hidupnya sebagaimana tergambar dalam sila kelima. Bangsa Indonesia dalam upaya membangun kehidupan berbangsa dan bernegara mencita-citakan terwujudnya tata kehidupan masyarakat yang berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat
Indonesia. Cita-cita hidup yang cukup mulia seperti ini hanya dapat diwujudkan
melalui perjuangan dan pengorbanan yang optimal, dengan menggunakan cara-cara
yang efektif, yang bersesuai dengan ketiga keyakinan di atas. Masalah cara yang
dipergunakan untuk memperjuangkan tujuan hidup dalam filsafat pancasila
tercermin pada sila keempat. Bangsa Indonesia menyadari dengan keyakinan
sepenuh hati bahwa hanya dengan cara dan alat yang namanya Demokrasi sebagai
satu-satunya cara yang bersesuaian dengan ketiga keyakinan hidupnya,dan hanya dengan
prinsip demokrasi tujuan hidup berbangsa dan bernegara tujuan hidup berbangsa
dan bernegara dapat tercapai.
5. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
Sebagai suatu ideologi yang harus jadi pengawal Negara repoblik indonesia, sekaligus sebagai pengarah perjalanan bangsa,pancasila tidak boleh berubah jati dirinya menjadi sebuah ideologi yang tertutup, yang sekali tidak mau menerima penafsiran-penafsiran baru. Kalau hal ini sampai terjadi maka pancasila akan bagi bangsa dan Negara pancasila harus menjadi sebuah ideologi terbuka. Hanya dengan sikap membuka diri dari berbagai penafsiran atau interpertasi baru dalam operasionalitasnya yang sesuai dengan tuntutan dan perkembangan jamanlah pancasila akan dapat mempertahankan relefansinya dengan kebutuhan bangsa dan Negara yang senantiasa berkembang dengan cepatnya.
Sebagaimana pada ideologi-ideologi lainya yang bersikap terbuka, maka selaku ideologi terbuka pancasila dapat menunjukan persyaratan sebagaimana di uraikan diatas :
a) Dimensi realitas; dalam arti bahwa ideologi pancasila benar-benar mencerminkan realitas yang hidup dan berkembang dalam masyarakat bangsa Indonesia. Pancasila dirumuskan dengan cara mengagregasikan nilai-nilai luhur yang terdapat ajaran agama dan kebudayaan bangsa. Pancasila benar-benar menampilkan diri sebagai kritalitasi dari nilai-nilai luhur yang dimiliki dan diyakini oleh bangsa Indonesia.
b) Dimensi Idealisme; dalam arti kualitas idealisme yang tergantung dalam pancasila mampu menggugah harapan, memberikan optimism dan motifasi kepada para pendukungnya, hingga gagasan fital yang terkandung didalamnya bukan sekedar utopia, melainkan sesuatu yang pada suatu ketika pada diwujudkan secara konkrit dan riel dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
c) Dimensi fleksibilitas; dalam arti bahwa ideologi pancasila harus memiliki sifat fleksibel luwes terbuka bagi interprestasi baru, hingga ia
5. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
Sebagai suatu ideologi yang harus jadi pengawal Negara repoblik indonesia, sekaligus sebagai pengarah perjalanan bangsa,pancasila tidak boleh berubah jati dirinya menjadi sebuah ideologi yang tertutup, yang sekali tidak mau menerima penafsiran-penafsiran baru. Kalau hal ini sampai terjadi maka pancasila akan bagi bangsa dan Negara pancasila harus menjadi sebuah ideologi terbuka. Hanya dengan sikap membuka diri dari berbagai penafsiran atau interpertasi baru dalam operasionalitasnya yang sesuai dengan tuntutan dan perkembangan jamanlah pancasila akan dapat mempertahankan relefansinya dengan kebutuhan bangsa dan Negara yang senantiasa berkembang dengan cepatnya.
Sebagaimana pada ideologi-ideologi lainya yang bersikap terbuka, maka selaku ideologi terbuka pancasila dapat menunjukan persyaratan sebagaimana di uraikan diatas :
a) Dimensi realitas; dalam arti bahwa ideologi pancasila benar-benar mencerminkan realitas yang hidup dan berkembang dalam masyarakat bangsa Indonesia. Pancasila dirumuskan dengan cara mengagregasikan nilai-nilai luhur yang terdapat ajaran agama dan kebudayaan bangsa. Pancasila benar-benar menampilkan diri sebagai kritalitasi dari nilai-nilai luhur yang dimiliki dan diyakini oleh bangsa Indonesia.
b) Dimensi Idealisme; dalam arti kualitas idealisme yang tergantung dalam pancasila mampu menggugah harapan, memberikan optimism dan motifasi kepada para pendukungnya, hingga gagasan fital yang terkandung didalamnya bukan sekedar utopia, melainkan sesuatu yang pada suatu ketika pada diwujudkan secara konkrit dan riel dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
c) Dimensi fleksibilitas; dalam arti bahwa ideologi pancasila harus memiliki sifat fleksibel luwes terbuka bagi interprestasi baru, hingga ia
tetap aktual dan
fungsional dalam mengantisipasi setiap tuntuan zaman tanpa hanyut dan tenggelam
dalam arus perubahan tidak terarah. Unsur inilah yang akan memberikan peluang
kepada setiap generasi dan pergi untuk memberikan pengkayaan (enrichment) isi
dan makna yang relevan, sesuai dengan kebutuhan situasi dan kondisi. “pancasila
tidak mungkin dibuatkan penjabaranya sekaligus untuk selamanya. Pelaksanaan
nilai-nilai itu akan menyatu dengan proses, dan proses yang progresif (terus
menerus memuat kemajuan) hanya terjadi jika dijiwai oleh semangat keterbukaan”,
demikian dilandaskan oleh Nurcholish Madjid. (Nurcholish Madjid, 1991:44)
senada dengan pendapat Nurcholish Madjid, Syafii Maarif juga mengatakan bahwa
“sebagai dasar Negara dan ideologi politik pancasila memang harus bersifat
lentur dan terbuka untuk selalu dikaji ulang, asal semuanya itu dilakukan
secara jujur dan bertanggung jawab. (Musthafa Kamal, 1988: y).
Dengan demikian peran pancasila sebagai ideologi akan hadir sebagai “mitra dialog” dengan menunjukan nilai-nilai baru, norma-norma secara konkrit, yang sangat dibutuhkan sebagai dasar dan arah dalam melaksanakan kehidupan berbangsa dan bernegara (Koento Wibisono: idem).
Dengan demikian peran pancasila sebagai ideologi akan hadir sebagai “mitra dialog” dengan menunjukan nilai-nilai baru, norma-norma secara konkrit, yang sangat dibutuhkan sebagai dasar dan arah dalam melaksanakan kehidupan berbangsa dan bernegara (Koento Wibisono: idem).
IDEOLOGI BESAR LAINNYA DI DUNIA
Kapitalisme
Secara bahasa, kapitalisme adalah paham
tentang kapital (modal). Jika dikembangkan lebih lanjut, maka Kapitalisme
berarti paham ekonomi yang didasarkan pada penginvestasian uang dalam rangka
menghasilkan uang. Kapital tidak harus berupa uang, tetapi aset-aset lain
(misalnya tanah, bangunan, kendaraan) yang bisa diinvestasikan untuk
menghasilkan uang. Uang yang dihasilkan dari investasi tersebut kembali
digunakan untuk investasi untuk menghasilkan uang.
Kapitalisme terdiri atas 3 varian, yaitu
Kapitalisme Pedagang, Kapitalisme Produksi, dan Kapitalisme Finansial.
Kapitalisme Pedagang (Merchant Capitalism) termasuk jenis Kapitalisme yang
paling tua. Kapitalis (pelaku permodalan) menginvestasikan hartanya untuk
mencari barang yang langka dan memiliki keuntungan jika diperdagangkan.
Investasi tidak
harus berupa uang, melainkan dapat
termasuk kendaraan, barang kebutuhan primer, barang berharga, dan sejenisnya.
Kapitalisme Pedagang menuntut pembukaan pasar yang nantinya akan dilakukan
monopoli atasnya.
Kapitalisme Produksi (Production
Capitalism) dilakukan oleh Kapitalis yang memiliki alat dan cara produksi.
Bentuk yang paling dikenal adalah “pabrik.” Pabrik digunakan untuk memproduksi
barang tertentu, untuk kemudian dipasarkan. Untuk memproduksi barang, pemilik
pabrik membutuhkan pekerja (labor). Labor ini sekaligus juga konsumen dari
barang yang mereka produksi. Barang yang dihasilkan ditukar dengan uang di
“pasar” (market). Keuntungan dari penjualan digunakan Kapitalis untuk
diinvestasikan ke dalam pabriknya, ataupun pada kegiatan lain. Uang, cara
produksi, alat produksi, pasar, profit, dan uang, adalah konsep-konsep kunci
untuk menganalisis Kapitalisme Produksi ini.
Kapitalisme Keuangan (Financial
Capitalism) merupakan bentuk terbaru dari Kapitalisme. Dalam Kapitalisme
Keuangan, modal diinvestasikan bukan ke dalam bentuk barang, tenaga kerja, atau
pabrik. Uang diinvestasikan ke dalam sellisih uang. Komoditas produksi
Kapitalisme Keuangan adalah saham dan nilai tukar uang (valuta). Pasar dalam
kegiatan Kapitalisme Keuangan adalah “bursa efek.” Kapitalisme Keuangan inilah
yang kerap menciptakan devaluasi (penurunan) nilai mata uang dunia.
Sosialisme
Sosialisme tumbuh sebagai kritik atas
Kapitalisme, khusnya Kapitalisme Produksi. Menurut Michael Newmann, Sosialisme
adalah ideologi yang minimal ditandai oleh :
(1) komitmennya untuk menciptakan
masyarakat yang egalitarian (sama);
(2) Seperangkat kepercayaan bahwa orang
bisa membangun sistem egalitarian alternatif yang didasarkan pada nilai-nilai
solidaritas dan kerjasama;
(3) pandangan yang optimistik yang
memandang manusia dan kemampuannya dapat bekerja sama antara satu dengan
lainnya, dan
(4) keyakinan bahwa adalah mungkin untuk
membuat perubahan secara nyata di dunia ini melalui agen-agen yang terdiri atas
mereka-mereka yang sadar.
Sosialisme, sama seperti Kapitalisme,
memiliki “pecahan.” Sosialisme
sendiri adalah konsep induk dari
ideologi-ideologi yang muncul kemudian, di mana satu sama lain kerap bertolak
belakang dalam kegiatannya. Ideologi-ideologi tersebut adalah Sosialisme
Utopia, Marxisme, Komunisme, Anarkisme, Sosial Demokrasi, dan sejenisnya.
Liberalisme
Liberalisme berkembang sejalan dengan
Kapitalisme. Perbedaannya, Kapitalisme berdasarkan determinisme Ekonomi,
sementara Liberalisme tidak semata didasarkan pada ekonomi melainkan juga
filsafat, agama, dan kemanusiaan. J. Salwyn Schapiro menyatakan bahwa
Liberalisme adalah “… perilaku berpikir terhadap masalah hidup dan kehidupan
yang menekankan pada nilai-nilai kemerdekaan individu, minoritas, dan
bangsa.”
Lebih lanjut, Schapiro menjelaskan
serangkaian prinsip dari Liberalisme yaitu :
(1) keyakinan mengenai pentingnya
kemerdekaan untuk mencapai setiap tujuan yang diharapkan;
(2) semua manusia memiliki hak-hak yang
sama di depan hukum yang dimaksudkan bagi kemerdekaan sipil;
(3) tujuan utama dari setiap
pemerintahan adalah mempertahankan kebebasan, persamaan, dan keaman dari semua
warga negara;
(4) adanya kebebasan berpikir dan
berekspresi;
(5) liberalisme yakin akan adanya
kebenaran yang obyektif, bisa ditemukan melalui kegiatan berpikir menurut
metode riset, eksperimen, dan verifikasi;
(6) agama merupakan hal yang harus
ditoleransi;
(7) liberalisme berpandangan dinamis
mengenai dunia, dan;
(8) kaum liberal adalah mereka yang
idealis (hendak mencapai tujuan) melalui praktek-praktek yang
dipertimbangkan.
Liberalisme terutama berkembang di
Inggris, terutama sejak Glorious Revolution, di mana Kekuasaan Monarki Absolut
Inggris dibatasi. Tokoh liberalisme adalah John Locke dan John Stuart Mill.
Locke melalui karyanya Two Treatises of Government mensyaratkan tujuan
pemerintahan untuk melindungi hak milik yang diperintah. Sementara John Stuart
Mill melalui karyanya On Liberty, yang mengawali sistem demokrasi dengan
mekanisme suara terbanyak.
Neoliberalisme
Pada perkembangannya, ideologi
Liberalisme terpecah. Satu lebih mendekati Sosialisme, dan lainnya mendekati
kapitalisme (ekonomi). Neoliberalisme adalah pecahan ideologi Liberalisme yang
mendekati kapitalisme, sementara yang mendekati sosialisme disebut sebagai New
Liberalism (Liberalisme Baru). Ideologi Neoliberalisme ini yang dituding
menunggangi aksi militer Amerika Serikat dan sekutunya di Timur Tengah dan Asia
Selatan.
Neoliberalisme adalah cara pandang
kebijakan yang menekankan pada kebutuhan untuk adanya kompetisi pasar yang
bebas (free market competition). Liberalisme sekaligus merupakan ideologi
(seperangkat gagasan yang terorganisir) dan praktek (seperangkat kebijakan).
Beberapa prinsip Neoliberalisme adalah:
§
keyakinan
bahwa perkembangan ekonomi yang berkelanjutan adalah penting untuk mencapai
kemajuan umat manusia,
§
kepercayaan
diri bahwa pasar bebas adalah tempat alokasi sumber daya yang paling
efektif;
§
penekanannya
pada peran minimal intervensi negara dalam hubungan sosial dan ekonomi,
dan
§
komitmennya
pada kemerdekaan perdagangan dan permodalan.
§
Neo
Liberalisme kerap dikaitkan dengan globalisasi, yang mengindikasi penguatan
dalam arus modal dan perdagangan dunia. Ini mengakibatkan beralihkan
perimbangan kekuasaan dari negara kepada pasar. Pemerintah pada titik ini
memiliki sedikit pilihan, dan memutuskan untuk mengadopsi kebijakan Neoliberal
dalam rangka mencapai daya saing ekonomi.
Neoliberal, sebab itu, memberi
kepercayaan yang demikian besar kepada perusahan-perusahan untuk berinvestasi
dan “memperluas” usaha. Dampak dari kebijakan Neoliberal adalah, negara yang
tidak memiliki daya saing ekonomi akan tunduk pada pemodal dari negara lain.
Kondisi ini kemudian menciptakan ketergantungan dan kemiskinan di negara tanpa
daya saing tersebut.
Fundamentalisme
Jika sosialisme, liberalisme,
kapitalisme, dan neoliberalisme menekankan pada aspek pemikiran sekular, maka
fundamentalisme menekankan pada aspek non-sekular. Kerap kali fundamentalisme
tidak saja terjadi di dalam kelompok Islam melainkan juga di kelompok-kelompok
Kristen dan Yahudi.
Fundamentalisme dari kelompok agama
muncul akibat semakin duniawinya pola hidup masyarakat, kegagalan kapitalisme
dan liberalisme dalam menciptakan keadilan sosial, dan ancaman-ancaman
modernisasi yang semakin mendesak kehidupan beragama.
Fundamentalisme dalam kelompok Islam
dapat disebutkan Ikhwan al-Muslimin, berdiri di Mesir tahun 1924. Pendirinya,
Hasan al-Banna adalah seorang guru sekolah. Ikhwan al-Muslimin mendominasi
pemikiran politik Sunni di sepanjang era 1970-an dan 1980-an di Mesir, Sudan,
Syria, dan Yordania. Kelompok yang mewakili Syiah adalah Fadayan-I Islam, yang
berdiri tahun 1940-an di Iran. Kelompok ini didirikan oleh Navab Safavi dan
mengalami pelarangan oleh pemerintah Shah Irah tahun 1956. Fadayan-I Islam
kembali bangkit pasca keberhasilan Revolusi Islam Iran di bawah pimpinan
Ayatollah Khalkhali.
Pemikiran-pemikian kelompok di atas
banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh seperti Sayyid Qutb (1906-1966), Abul A’la
al-Mawdudi (1903-1979). Mawdudi ini kemudian berhasil mendirikan Jama’ah
Islamiyah tahun 1972. Basis gerakan Jama’ah Islamiyah adalah di Pakistan, di
mana kelompok ini berusaha mengubah sistem politik Pakistan menjadi Sistem
Politik Islam. Bimbingan pemerintahan Islam yang akan dilangsungkan di Pakistan
memiliki kerangka teoretis di dalam karya Mawdudi, Khilafah dan Kerajaan.
Ayatullah Ruhollah Khomeini merupakan
pemimpin fundamentalis Syiah di Iran. Ia berhasil memimpin Revolusi Islam Iran
tahun 1979 dan menggulingkan kekuasaan Shah Iran. Khomeini kemudian
mendidirikan pemerintahan Islam yang didasarkan atas Syiah Itsna Asy’ariyah
(Syiah Imam Dua Belas). Sementara Imam ke-12 (Al Mahdi Al Muntazzar) masih
dalam kondisi ghaib, pemerintahan sementara dipegang oleh Wilayatul Faqih.
Wilayatul Faqih adalah pemerintahan yang dianggotai para Ulama
Syiah dan memiliki kekuasaan tertinggi di
dalam pemerintahan sehari-hari.
Fundamentalisme kelompok-kelompok
Kristen dapat ditelusuri hingga ke saat Pasca Civil War (akhir 1800-an).
Kelompok-kelompok Kristen di Amerika Serikat merasa mendapat ancaman terhadap
doktrin beragama setelah mewabahnya imigrasi, industrialisasi, Darwinisme, dan
sosialisme. Pada tahun 1960-an, para pengkhotbah dari kelompok fundamentalis
mulai tampil di televisi-televisi, dan mereka bicara isu-isu politik.
Salah satu kelompok fundamentalis
Kristen yang terkemuka adalah Moral Majority, didirikan di Amerika Serikat
tahun 1979 oleh Reverend Jerry Falwell. Isu-isu yang dikembangkan kelompok ini
adalah anti-aborsi, mendirikan rumah bagi orang-orang miskin, sakit, dan
rehabilitasi pecandu alkohol. Mereka juga menekan pemerintah untuk menerbitkan
undang-undang pelarangan judi, pornografi, prostitusi, dan melarang kerja pada
hari Minggu. Kelompok fundamentalis Kristen secara keras menolak pengajaran
Darwinisme di sekolah-sekolah, oleh sebab bertentangan dengan ajaran kitab suci
yang menekankan pada Kreasionisme.
Fundamentalis kelompok Yahudi diwakili
Zion (orangnya Zionis). Gerakan mereka adalah mendirikan negara Yahudi di
Palestina, yang menurut Talmud adalah Tanah yang Dijanjikan Tuhan kepada bangsa
Yahudi. Tokoh Zion adalah Theodore Herzl, seorang Yahudi yang hidup di Basel,
Swiss, yang mendirikan Zion tahun 1918. Tahun 1948, Zion berhasil mendirikan
negara Yahudi di Palestina lewat bantuan Inggris.
Kelompok fundamentalis Yahudi semakin
kuat setelah Perang 6 Hari pada tahun 1967. Perang antara Israel melawan
aliansi Mesir, Yordania, dan Suriah ini dimenangkan oleh Israel. Israel
berhasil menguasai wilayah Semenanjung Sinai dan Jalur Gaza dari Mesir, Dataran
Tinggi Golan dari Suriah, dan Tepi Barat juga Yerusalem Timur dari Yordania.
Sementara Zion kemudian terpecah ke
dalam 2 partai : Partai Likud dan Partai Buruh. Partai Buruh ini lebih moderat
dan mulai membicarakan kemerdekaan Palestina serta mengembalikan wilayah yang
direbut dalam Perang 6 Hari. Sementara itu, Partai Likud pun terpecah ke dalam
partai-partai fundamentalis yang lebih keras. Contoh dari partai-partai
tersebut
adalah Partai Morasha dan Partai Kach.
Partai Kach ini dimotori oleh Rabbi Meir Kahane, bersifat violence, dengan
tujuan mengusir seluruh orang Palestina dari Tanah Israel. Namun, Partai Kach
bersifat minoritas di Israel, tetapi sangat agresif.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pancasila merupakan dasar Negara yang harus dijunjung tinggi oleh setiap warga Negara sehingga terwujudnya kesehjateraan bagi seluruh rakya Indonesia sebagaimana yang di inginkan oleh bangsa.
Pancasila sebagai suatu ideologi yang harus menjadi pengawal Negara repoblik Indonesia, sekaligus sebagai pengarah perjalanan bangsa, pancasila tidak boleh berubah jadi dirinya menjadi sebuah ideologi yang tertutup, yang sekali tidak mau menerima penafsiran-penafsiran baru. Kalau hal ini sampai terjadi maka pancasila akan berubah wajah menjadi semacam “agarna”, suatu hal sangat membahayakan bagi bangsa dannegara pancasila harus menjadi sebuah ideologi terbuka. Hanya dengan sikap membuka diri dari berbagai penafsiran atau interpretasi baru dalam operasionalitasnya yang sesuai dengan tuntutan dan perkembangan jamanlah pancasila akan dapat mempertahankan relefansinya dengan kebutuhan bangsa dan Negara yang senantiasa berkembang dengan cepatnya.
A. Saran
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat kekuranganya olehnya itu kami menyarankan kami dapat memperbaiki dimana letak kesalahan dan kekurangan dalam menyusun makalah, demi tercapainya kesempurnaan penyusunan makalah selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA
Dipoyudo kirdi, 1984. Pancasila arti dan pelaksanaannya, Jakarta : CSIS
Maarif, A. Syafii, 1985. Islam dan Masalah kenegaraan, Jakarta : LP3ES
Madjid, Nurcholis, 1991. Islam Kemoderenan dan Keindonesiaan, Bandung : Mizan.
Poespowardojo, Soerjanto, 1989. Filsafat Pancasila, Jakarta: Gramedia
Syariati, Ali, 1984. Ideologi Kaum Intelektual, Terjemahan Jalaludin Rahmat,Bandung : Mizan
Dipoyudo kirdi, 1984. Pancasila arti dan pelaksanaannya, Jakarta : CSIS
Maarif, A. Syafii, 1985. Islam dan Masalah kenegaraan, Jakarta : LP3ES
Madjid, Nurcholis, 1991. Islam Kemoderenan dan Keindonesiaan, Bandung : Mizan.
Poespowardojo, Soerjanto, 1989. Filsafat Pancasila, Jakarta: Gramedia
Syariati, Ali, 1984. Ideologi Kaum Intelektual, Terjemahan Jalaludin Rahmat,Bandung : Mizan